Senin, 16 Juli 2012


NY. BENEDICTA SRI SOENDARI, 61 TAHUN, BANDUNG :
                 
“MIGREN DAN PENGAPURAN LEHERKU SIRNA…..”

        Sejak tahun 1974 saya menderita migren di bagian kiri kepala. Walaupun sudah diberi obat, namun penyakit ini tidak sembuh-sembuh dan semakin bertambah parah. Bahkan terkadang sampai keluar darah dari kulit kepala saya.
          Tahun 1984, saya juga mulai menderita penyakit tambahan, yaitu Kencing Manis (diabetes). Dan karena banyak mengkonsumsi obat-obatan dari bahan kimiawi, akhirnya lambung saya tidak kuat, hingga saya pernah muntah darah.


NY. DIAN MUSTIKA DEVI, 30 TAHUN, CIBUBUR :                                      

“AKHIRNYA SAYA SEMBUH……”

           Saya lahir sebagai bayi prematur dengan kondisi fisik yang lemah. Problem kesehatan saya bertambah saat saya menderita Tifus. Walaupun sudah sembuh, tapi Test Widal saya tetap tinggi dan mudah lelah. Dokter menyatakan saya ‘Carrier Typhus’.
          Tahun 2002, saya merasakan nyeri di pinggang. Saya segera memeriksakan diri dan menjalani serangkaian tes panjang (tes urin, darah, USG, Rontgen). Dokter di Rumah Sakit menyatakan kondisi ginjal, lambung, usus, dan rahim saya baik-baik saja. Berpindah dokter ahli yang terkenal di tiga Rumah Sakit yang lain pun hasilnya sama, tak ada kelainan/penyakit yang saya derita. Tetapi saya tetap diberikan pengobatan kimia yang harus saya konsumsi selama berbulan-bulan. Sementara nyeri di pinggang tetap tak berubah. Saya sangat penasaran, ada apa sebenarnya yang tak beres di badan saya? Mengapa Ilmu Kedokteran Barat yang modern tak bisa memecahkan masalah saya? Selama 2 tahun saya berburu mencari pengobatan-pengobatan alternatif, mulai dari pergi ke shinse, menjalani terapi sengat lebah secara teratur, ikut latihan pernafasan, minum jamu-jamuan, terapi jenis pijat (pijat refleksi, pijat giok, pijat ‘glithek’). Sempat pula menjalani Rukyah (sesuai Syariat Islam). Tapi hasilnya nihil.


NY. EKI RACHMAWATI SUBEKTI, 54 TAHUN, BEKASI BARAT :


“TYPHUS YANG TAK KUNJUNG PERGI……”

         Pada bulan Pebruari 2005 saya menderita penyakit Tifus yang menyebabkan saya harus opname di Rumah Sakit dan relaps 3 kali dalam setahun. Saat itu selama 1,5 bulan saya di rumah tanpa gerak. Baru setelah itu saya mulai turun dari tempat tidur, seperti ambil sesuatu sendiri. Badan masih terasa lemas, sakit kepala, demam atau menggigil, pencernaan tak beres, semua tulang terasa sakit. Pada awalnya hasil Widal saya : Typhus 1/320 Anti H, Paratyphus A 1/160 Anti H, Paratyphus B 1/160 Anti H, Paratyphus C 1/80 Anti O dan Anti H.
          Di bulan Agustus Typhus saya relaps lagi. Saya kembali bedrest, diet dan obat kimia untuk Tifus. Perlu 3 minggu untuk bisa beraktivitas terbatas di rumah dan mulai selektif dalam melakukan kegiatan-kegiatan saya. Sampai Oktober, rasanya badan saya lemah sekali.

NY. MEITY SIREGAR, 47 TAHUN, BEKASI :

“TERNYATA SAYA TAK USAH 
OPERASI  JANTUNG…….”

         Sejak remaja saya sakit Maag, dan usus buntu saya telah dioperasi. Saat periksa laboratorium, ternyata kolesterol saya sangat tinggi yaitu 346 mg/dl, dokter jantung mengatakan ada masalah di jantung saya, ada penyumbatan di bilik sebelah kiri.
          Saya shock, karena tidak dapat disembuhkan kecuali dioperasi. Saya masih trauma dengan operasi usus buntu dan wasir, amit-amit kalau harus operasi jantung. Saya mendapat obat-obatan kimia selama sebulan.

EMMANUEL ‘LE RACHEL SARAH, 2 TAHUN, SERPONG
(testimoni oleh sang Ibu) :
                                                                         
“PREMATUR DENGAN CARDIOMIOPATI DAN ALERGI……”

          Rachel adalah anak ke 3 saya yang lahir lewat operasi caesar, prematur 7 bulan. Biarpun Test Apgarnya bagus, Rachel diberi suntikan agar paru-parunya matang. Rachel mengalami kesulitan mengisap dan sempat kuning mencapai nilai 14, sering bersin, batuk dan buang angin. Saya memberi Rachel ASI eksklusif hingga 7 bulan. Setelah usia 13 bulan, Rachel mulai saya beri susu kaleng dan sejak itu sering ada reak di paru-parunya, tetapi hasil test alergi susu sapi hasilnya negatif.
Desember 2005, Rachel terkena diare selama 10 hari, dan kata dokter Disentri. Sejak Pebruari 2006 Rachel suka batuk pilek, yang kadang menyebabkan sesak nafas. Rachel mulai sering mengkonsumsi obat-obatan kimia yang cukup keras, baik obat anti alergi, anti virus, antibiotik, dsb. Nebulizer pun dilakukan.

Selasa, 10 Juli 2012

Testimoni  Ibu Su Fong, Ibunda
MOSES GIOVANNI YAWOGA
(waktu datang pertama kali untuk terapi PHYTOBIOPHYSICS usia 6 th, sekarang usia 10 th)  :

ALERGI MEMBUAT ANAKKU 
SERINGKALI  MINUM  OBAT KIMIA…


            Moses, anak semata wayang ku sering menderita pilek karena alerginya. Setiap hari pilek, bersin-bersin, kadang disertai batuk yang cukup parah, sehingga sering mendapat antibiotik dan obat-obatan kimia lainnya bila berobat ke dokter. Tapi setelah obat-obatan itu habis, Moses kembali sakit seperti semula sehingga Moses harus kembali menjalani pengobatan dengan obat kimia kembali. Bingung juga aku harus bagaimana, di satu sisi minum obat berbahan kimia terus-menerus tentu berakibat buruk bagi tubuh, hasilnya pun tak maksimal, tapi kalau tidak begitu Moses selalu sakit.
    Akhirnya aku memberanikan diri untuk mencoba suatu terapi baru, yaitu PHYTOBIOPHYSICS, yang ku kenal lewat talkshow di radio SONORA yang dibawakan oleh dr. Florentina R. Wahjuni. Aku memang pendengar setia talkshow kesehatan, karena memberi banyak manfaat pada ku.
         Maka, tanpa tahu banyak tentang PHYTOBIOPHYSICS, aku datang ke PHYTO’S CLINIC.  Moses pun diperiksa oleh dr. Floren melalui cara yang unik dan praktis, tapi hasilnya mencengangkan……bagaimana tidak, dengan seketika terdeteksi adanya sinus etmoidalis dan maksilaris, serta kelemahan paru-paru dan lambung pada Moses. Juga ada alergi pada udara dingin, gigitan serangga, bulu binatang, asap rokok, debu, udang, goreng-gorengan, kacang-kacangan, coklat, minuman dingin. Menakjubkan, karena semua itu dapat terdeteksi tanpa harus rontgen atau periksa laboratorium dll. Juga terdeteksi adanya kuman Pneumokokus pada Moses, dan karena kuman itulah Moses selalu sakit.
            Dr. Floren berpesan, Moses harus menjalani terapi dan harus berpantang penyebab alerginya selama 6 bulan, agar tuntas. Bisa lebih cepat, bila respon penyembuhan diri sendiri pada Moses baik. Cukup berat, karena Moses anak yang doyan makan. Tapi karena itu untuk kebaikan Moses sendiri, maka Moses mau menjalaninya. Maka hari demi hari Moses mulai membaik kondisinya, bersin-bersin dan batuk pileknya mulai jarang. Lingkaran di bawah matanya seperti kantung mata yang kemerahan mulai hilang, pertanda kondisi sinusnya membaik.
            Setelah batuk pileknya sembuh, Moses sempat menderita gatal-gatal yang lumayan hebat. Gatalnya lebar-lebar dan kadang muncul mendadak. Bisa di wajah, lengan, kaki, dada, punggung, perut, timbul dimana pun dia suka. Kembali minum obat kimia anti alergi, hilang gatalnya, tapi terus kambuh kembali.
         Melalui pemeriksaan dr. Floren, ternyata alergi debu dan kacang-kacangan Moses belum tuntas. Ada satu lagi penyebab alerginya yang baru……………daging ayam !!! Waduuuhhhh……Moses harus berpantang ayam deh, padahal dia suka banget masakan ayam. Kali ini imun pada jaringan kulitnya juga terganggu. Jadi Moses harus berpantang ayam agar gatal-gatalnya tidak bertambah parah.
          Sekarang sudah lama Moses meninggalkan pantangan-pantangan alerginya. Moses sudah bisa makan apa pun yang dia mau. Kami sebagai orang tuanya sangat lega anak kami bisa sembuh dari alergi, hal yang mungkin pada terapi konvensional memerlukan pengobatan seumur hidup.

Anda tertarik dengan terapi alami PHYTOBIOPHYSICS ini,
silakan hubungi :
RS MEILIA Cibubur, jl. Alternatif Cibubur km 1,  telp. 021-8444444,
Hotline service : 085691843843.
Atau hubungi 083870716888, 02193672372, 081511671168
untuk info lebih lanjut.

Salam Sehat Indonesia !!


GRACIELLA NADRYASTITI P.S. (2,5 tahun), Jakarta
(testimoni oleh sang Ibu) : 

“BEBAS FLEK PARU DAN ALERGI……..”
       
           Waktu usia 9 bulan, hasil Rontgen paru-paru Lala menunjukkan adanya flek. Menurut Dokter Spesialis Anak yang menangani Lala, inilah penyebab tidak adanya kenaikan berat badan dan alergi parah yang dialami Lala selama ini. Dokter menganjurkan agar Lala menjalani pengobatan paru selama 9 bulan berturut-turut tanpa boleh terputus sekali pun. Sedih sekali membayangkan putri kami harus mengkonsumsi obat kimia selama itu.